Bukittinggi Hari Ini

Sebentar lagi si manis mengajak makan siang. Sudah lama kami tidak menikmati udara Bukittinggi yang sejuk. Kondisi panas luar dalam. Akibat polusi asap, Tenggorokan terasa kering. Berulang kali dibasahkan dengan air minum percuma saja. Hidung terasa sangat pegal, berlendir tiap sebentar menggumpalkan lendirnya.

Siang serasa maghrib, Matahari sepertinya takut dengan asap. Wajah-wajah orang murung tidak senyum, bukan karena tak ramah, tapi seperti menahan sakit yang mendera tubuh mereka. Bukittinggi tidak cerah, batinnya terasa sakit. Asap hutan ini benar-benar menyiksa. 

Matahari kalah oleh asap. Kemaren matahari takut saat kutatap. Wajahnya kuning tak beringas. Asap ini memang perkasa, menjajah perkasa. 

Hujan sepertinya memperpanjang cuti untuk tidak hadir di kelas Bukittinggi hari ini. Tak ada kabar, tak ada berita surat  sakit. Jika hujan turun, aku ingin bermain dibawah rintiknya, pertanda aku rindu dan menyayanginya. Hujan ada perlipur lara, meredakan panas hati, memanjangkan renungan.

Segelas air perasan tebu dicampur air kacang dan buah kemiri adalah harapan untuk menyegarkan tubuh ini yang sakit karena kelelahan atau karena asap? Tadi, penjual air tebu perasan, merasa gembira, penjualan air tebu perasannya meningkat selama kabut asap. "Orang banyak kepanasan" katanya sambil tertawa nyengir. Ternyata asap peluang uang bagi dirinya.

Setumpukkan kerja tidur tengkurap, aku tak mau mengganggunya, karena aku juga tidak mau diganggu. Uang memang terasa tak penting, jika badan sakit. "Persetan dengan pekerjaan!" runtuk hati.

Suara Azan Zuhur, melambai-lambai diantara asap sampai ke telinga. "Shalat..." pikiran itu menjalar begitu saja. Nikmatnya air ketika menyentuh kulit sudah merayu-rayu. Berarti tulisan ini harus segera diselesaikan.

Bukittinggi Hari ini, semoga cerah dengan hadirnya senyuman embun pagi.

Selamat siang.


Komentar

POPULER POSTING

Satu Purnama Dalam Penantian

Perak Awan Malam

Bersalah

Spongebob Vs Pinokio

Kaum Tuli Melawan

Spongebob : Terdampar di Sunda Land

Ketika Bunga Tak Lagi Identik dengan Wanita

Pernikahan Dini