Gak Usah Pake Judul

Disini...
Mentari senja selalu menawan,
Menuruni barat langit perlahan
senyum di punggung bukit

Perak menggoda,
Riang kawanan angsa berlalu terbang
Orange mendayu,
Pijar dengan hijau dan genang air sawah

Kala mentari malupun, disini tetap punya cerita
Awan badai, sambaran petir jadi teman kita
Angin menghadang, hujan membasah
Tawa dan senyum tetap ada
Deras hujan menjadi romansa,
Kencang angin menjelmakan suka
Kenanglah itu sampai hari tua

Baca Juga :
Tembang Senja
Kencan Terburuk
Ketika Bunga Tak Lagi Identik Dengan Wanita

Surau tua itu tetap meraja
Tempat persinggahan kala Magrib menyapa

Surau tua itu punya wibawa,
Tidak senyum tidak tertawa,
Diam menyambut dengan sahaja

Di depan surau itu kita kerap menikmati senja
Pujian taman surga disana selalu jadi tema
Tempat berlari anak-anak bermain bola
Kolam dengan pancuran air menghiasi sisi muka

Azan menggema dari Surau tua itu,
Di depannya ada lampu bolam
Di belakang ada percikan akhir senja

Kita bergegas menuju tuhan dengan surau tua itu

Baca Juga :
Tak Berotak!
Kaum Tuli Melawan
Semua Menolak "Neisia" Guru Hatta

Selalu ada senyum, cenung dan tegun
Ragam rasa merayap
Hinggap dalam terpaan sendu bunyi angin
Rasa tetaplah rasa,
Kata menceritakan saja,
Lukisan hanyalah ekspresi belaka,
Sementara senyummu itu nyata

Sayang...
Tidakkah kau rindu mengulang jalan
lalu sujud kembali disurau tua itu?




Gambar : Linkari


Komentar

Posting Komentar

Silahkan tanggapi dengan komentar terbaik anda atas tulisan ini, terimakasih.

POPULER POSTING

Satu Purnama Dalam Penantian

Perak Awan Malam

Bersalah

Spongebob Vs Pinokio

Kaum Tuli Melawan

Spongebob : Terdampar di Sunda Land

Ketika Bunga Tak Lagi Identik dengan Wanita

Pernikahan Dini