Satu Purnama Dalam Penantian

Inspirasi Menulis, Bagian 1

Menunggu itu menjemukan tentu saja. Sah, tak ada keraguan. Siapa tahan digantungkan sendiri berkawan sunyi hanya demi kedatangan seseorang. Atau untuk satu kepastian yang masih meragukan. Capek hati, lelah badan ini, maka untuk yang masih diminta sabar dalam penantian saya tulis coretan ini.

Inspirasi..., saya sering terheran mendapatkan jawaban dari seorang kawan penulis yang dengan mudahnya mengatakan "Aku belum nemu inspirasi".  Ketika saya bertanya, sudah menulis apa hari ini?

Sebuah jawaban aneh, mengingat dia adalah penulis. Satu profesi yang tak jauh jauh dari dunia tulis menulis. Kalau orang awam sih saya maklum ya, nah dia penulis lho. Jawaban belum nemu inspirasi itu merupakan satu hal yang ANEH. Mengingat inspirasi untuk orang sekelas dia tak perlu mencari. Apa saja yang tersaji baik di hadapan maupun  yang tersirat dirasakan bisa menjadi bahan tulisan.

Sampai disini saya teringat beberapa tahun ke belakang, ketika dunia menulis masih baru saya kenal. Apa saja yang saya rasakan saya tulis, saya upload di sebuah platform. Menuai kritikan, olokan hingga pujian. Pantang baper, laper boleh tapi terpuruk karena hujatan, itu tak ada dalam kamus jemari tangan saya.

Maka mulailah saya menulis sekenanya. Adalah cerita fiksi yang saya buat, dibalut gimmick tentang seorang pemuda yang jatuh cinta pada janda. Masih ingat betul waktu itu, ada seorang bujangan dari daratan andalas selalu setia mampir di tulisan saya. Puisi, prosais, dia bisa membalasnya dengan cerdas.

Satu puisi ditulisnya untuk si Mbak, yang kemudian menjadi Kakak hebatnya, dia paksa kakaknya itu memposting puisi gahar.
Ah.., ya kakaknya itu adalah saya, dia selalu menambahkan kata "step" pada nama saya, kalau tidak "kejang". Heran..., dia sungguh tergila-gila dengan kata "Kejang". Untuk menggambarkan keliaran saya katanya. Ah padahal I'm fine enough.

Ini dia puisinya,

Sajak Rindu dalam Kejang

Rindu?
Rindu telah ku buang jauh
Telah ku masukkan ke dalam karung
Lalu ku buang dalam rimba gelap sana
Mudah-mudahan dia tak menemukan jalan pulang

Rindu?
Aku memang intim dengannya sebelum dia mencabik punggung hatiku
Lalu kemudian dia mengoyak ke dalam mencari jantungku
Dengan darah terbuai, tanpa dosa dia memakan mentah jantungku

Rindu?
Tak inginku bersamanya walau aku masih memendam rasa
Aku?
Yap... manusia yang rindu akan rindu
Rindu yang dibencinya dalam ucap Tapi digilainya dalan jiwa

Bujang yang dikutuk itu membuat puisi ini untuk saya. Penggambaran munafiknya orang yang sedang merindu. Bukan saya banget. Karena saya adalah orang yang romantis abis. Tapi untuk literasi, apa sih yang tidak. Saya bisa berkompromi.

Tentang inspirasi, purnama. Satu purnama dia janjikan akan berikan jawaban kepada saya yang mengajaknya menghalalkan hubungan. Tentu saja dalam peran bukan betulan. Satu hal yang mengejutkan ternyata, inspirasinya untuk menyuruh saya menunggu satu purnama menuai viral berkepanjangan. Trending topik. Gilak sungguh. Demi menanti lanjutan cerita kami viewer rela banyak komentar di postingan saya. Ini mendorong saya terus menulis, menyajikan kisah parodi kami. Satu kali post tak sampai sejam 500 viewer telah kami dapatkan.

Hingga bergulirlah cerita-cerita seru, ku rangkai kata dalam satu makna. Satu Purnama.
Dalam penantian satu purnama itu, saya menyajikan banyak cerita mengocok perut. Inspirasinya tak jauh dari dunia keseharian kita, yang jadi gossip di tivi. Atau yang kita alami sehari hari. Saya rangkum terus dalam cerita kocak. Lalu ada viewer penulis yang usul jalan cerita. Ya sudah saya persilahkan siapa saja melanjutkan. Asik, saya menikmati sekaligus bersyukur, ternyata Satu Purnama bisa jadi inspirasi.

Nah, begitulah. Bagi saya inspirasi itu tergantung kepekaan mata dan rasa kita memaknai sesuatu. Tulis saja apa yang di benak, biarkan ide mengembara, karena sesungguhnya inspirasi itu di situlah letaknya. Selanjutnya, tentang bagaimana mengatasi kemacetan inspirasi, atau mewadahi ketika inspirasi datang bertubi, akan saya lanjutkan pada tulisan berikutnya. Doakan saya sehat dan sempat ya. 

Salam literasi.




Anis Hidayatie untuk Link Art Indonesia
I22/8/19, Sumpil Blimbing, Malang

Komentar

  1. Purnama dan kejang, heran ... Wkwkk

    BalasHapus
    Balasan
    1. maksudnya sempurna kejangnya pas bulan purnama gitu?
      hmmmmm.... Mikir aku kak.... wkwkw

      Hapus
    2. Hmm..boleh ntar pas purnama kejang sempurna. Sini kutepok jidat mu 30 kali.

      Hapus

Posting Komentar

Silahkan tanggapi dengan komentar terbaik anda atas tulisan ini, terimakasih.

POPULER POSTING

Bersalah

Perak Awan Malam

Spongebob Vs Pinokio

Spongebob : Terdampar di Sunda Land

Kaum Tuli Melawan

Ketika Bunga Tak Lagi Identik dengan Wanita

Pernikahan Dini

Linkari Award : Tokoh Literasi