Warisan

Pic: Pixabay
Dulu, nenek moyangku orang yang selalu dipandang sebelah mata. Semua orang mengucilkannya. Bahkan setiap perbuatan baik yang ia lakukan tak pernah dihargai. Meski demikian, Ia selalu tersenyum walaupun banyak yang melempar  cacian padanya. Untung saja ada Nek Hasanah yang selalu berada di sisinya, orang yang membuat ia tegar dari segala cerca yang menimpa dirinya. Namun celaka, setelah Nek Hasanah tiada perjuangan nenekku seolah hancur. Sehingga ia mendapat tawaran ‘Warisan’ itu.

    Apa kau tau? Penderitaan di kampungku ini bermula dari warisan itu. Warisan yang tidak membuat ia tampak lembih anggun ataupun dipandang karena berharta. Ia tetap nenekku yang melarat. Tak bersuami, punya seorang anak, dibawa lari oleh rentenir. Dan aku, akan kuperkenalkan diriku setelah kau baca kisah warisan nenekku ini.
    Hidup di kampung yang warganya berprofesi sebagai petani membuatku berpikir tiga kali untuk menetap. Aku ingin membuat sesuatu yang berbeda. Jangan kau kira ada televisi di kampungku, jangankan TV, Listrik saja tidak ada. 
    Dulu, dulu sekali meskipun hidup apa adanya nenekku cukup bahagia. Namun semenjak buyutku mendapat ‘warisan’ kakekku yang malang menjadi korbannya. Saat membangun rumah untuk nenekku, ia menyesap kopi buatan buyutku. Setelahnya ia tidak lagi bernyawa.
    Kepergian kakekku itu menjadi tanda tanya banyak orang. Bahkan nenekku seolah hancur karena desas-desus yang diperbincangkan warga. 
“Si Jamil itu meminum kopi buatan mertuanya yang memiliki warisan berbahaya,” suara itu terus terngiang-ngiang di telinga nenekku.
 Dalam batinnya ia terus memberontak bahwa kematian suaminya bukanlah disebabkan oleh ibu kandungnya. Namun, apa boleh dikata, ia tau persis ibunya itu menyimpan warisan di rumah bagonjongnya. Berkali ia larang ibunya untuk tidak menggunakan ramuan buruk itu tapi faktanya sekarang suaminyalah menjadi korban.
    Semenjak itulah nenekku semakin dikucilkan. Orang selalu curiga dengan kebaikannya. Memakan atau meminum pemberiannya artinya bunuh diri. Padahal nenekku, Nek Khadijah ada perempuan yang baik. Ia hanya korban dan tak dapat memilih takdirnya.
    Warisan itu berwarna gelap, kata nenekku terbuat dari berbagai macam benda dan bisa binatang yang  diramu khusus oleh orang pintar, atau biasa disebut di kampungku dukun beraliran ilmu hitam. Siapa saja bisa jadi korbannya termasuk yang memiliki warisan tersebut.
    Nenekku berumur panjang, hingga ia menceritakan semuanya padaku. Katanya di mataku ada cahaya terang, ia tenang melihat mataku. Sehingga ia luahkan segala rahasia yang ia simpan untuk dirinya sendiri.
Selain kakekku, ada seorang anak yang ikut menjadi korban dari buyutku itu. Namanya Jawanih. Saat Jawanih tak sengaja meminum ramuan itu ia masih berusia 3 tahun. Malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih, sampai saat ini Jawanih masih hidup, namun sayangnya sakit bertahun harus ia tahan akibat warisan  berbahaya itu.
Hampir setiap tahun, warisan  itu seolah meminta tumbalnya. Warga kampung semakin sedikit yang bertahan di desa. Mereka takut akan mendapat warisan  dari buyutku. Saat buyutku jatuh sakit dan akhirnya meninggal seolah warga kampung melangitkan syukur. Untung saja masih ada yang mau menggali kubur buyutku itu.
Sepeninggalnya,  keadaan desa perlahan membaik, namun tak dinyana, warisan itu mencari induk barunya, yakninya nenekku. Jika nenekku tak menggunakan warisan itu, alamat ia akan segera menghadap ajalnya. 
Ia bercerita, warisan itu disimpan di rumah bagonjong milik buyutku. Jika tidak diberikan pada orang lain maka si pemilik akan dihantui oleh mimpi-mimpi buruk sehingga hidupnya tidak tenang.
Pikiran buruk nenekku datang tiba-tiba. Ia ingat akan omongan tetangga yang menggunjingkan bahwa suaminya dibunuh oleh ibu kandungnya. Melalui sebuah hajatan nenekku berhasil menebarkan bubuk warisan itu di makanan tetangganya. Dua hari setelahnya sang tetangga dikabarkan meninggal dunia.
Nenekku menyesal telah melakukan hal jahat yang dulu pernah dilakukan buyutku. Tapi penyesalannya hanya beberapa waktu saja. Sejak tak ada Nek Khadijah ia tak punya lagi kawan bercerita. Pikiran buruknya timbul lagi, seolah candu melewati tangan nenekku itu 7 orang telah menjadi korban. Semuanya adalah orang-orang yang sering menggunjingkannya.
Korban terakhirnya ialah sang rentenir yang melarikan anak gadis satu-satunya. Entah dengan bantuan siapa, nenekku sampai dikediaman toke beras dan sang lintah darat itu. Namun nenekku butuh usaha besar untuk menaburkan warisan  itu. Si lintah darat punya trik menghadapi nenekku.
Tapi ia kecolongan, ia tak tau teh telur langganannya ternyata bekerja sama dengan nenekku. Aku pikir sang rentenir punya nyawa cadangan, setelah kejadian itu ia tak meninggal. Namun ia sakit-sakitan uangnya habis untuk mengobati penyakitnya itu.
Saat ini nenekku sudah meninggal. Kabar buruknya, warisan  itu ada bersamaku sekarang. Kau tau ibuku memilih meminumnya sendiri. Ia berkata tak ingin menjadi pembunuh karena dendam yang ada di hati. Ia, ibuku, wanita yang tak ditunjuk ajari oleh bangku sekolah ataupun perkuliahan. Tapi ia enggan seperti buyut dan nenekku.
Kau harus paham, bahwa sekolah pada dasarnya bukanlah duduk di bangku, memakai seragam, tapi sekolah ialah belajar pada alam. Ibuku, perempuan berhati malaikat itu memilih pergi tanpa harus mengorbankan nyawa orang lain. Tapi, di satu sisi ia mengorbankanku. 
Aku tak membencinya, aku bangga dilahirkan olehnya, pun aku tak menyesal memiliki nenek yang membunuh orang-orang yang menyakitinya. Juga buyutku yang mewariskan warisan petaka itu. Kuharap tuhan mengampuninya.
Mungkin sekelebat tanda tanya menyeruak di kepalamu. Juga di kepalaku, kenapa aku berada di lingkaran keluarga yang semenyeramkan ini. Hidup di antara ketakutan orang lain, seolah menjadi benda tajam yang dapat menikam siapa saja.
Aku, aku adalah penyesalan. Yang lahir dari lubuk hati ibuku. Sekarang bersamaku, warisan menggerikan ini inginku bawa ke jahanam. Biar binasa, biar hilang derita dan ketakutan,biar tak ada kebencian. Namun, kau jangan sesekali memangilku. Sebab, sesuatu yang dicinta akan berusaha hadir dengan cara yang sederhana memenuhi panggilan penyerunya.

Lasi Tuo, 11 April 2020

Komentar

POPULER POSTING

Satu Purnama Dalam Penantian

Perak Awan Malam

Bersalah

Spongebob Vs Pinokio

Kaum Tuli Melawan

Spongebob : Terdampar di Sunda Land

Ketika Bunga Tak Lagi Identik dengan Wanita

Pernikahan Dini